SELAMAT DATANG DI BLOG PENDIDIKAN WASIT WICASONO

Selasa, 15 Mei 2012

KACA MATA BAJAK LAUT



Wasit Wicaksono
            Anak  saya dua laki-laki, Ilham lima tahun, sekolah di TK dan Kurniawan, dua tahun imut-imut belum banyak bicara. Ilham sering menemani saya mengerjakan apa saja, pekerjaan di rumah. Bahkan sering menggangu, atau terkesan mengganggu saat saya bekerja. Suatu ketia, saat saya terpaksa membawa pekerjaan sekolah ke rumah, banyak yang tercoret atau sengaja dicoret oleh kedua anak manis itu. Sebenarnya itu semua bisa  teratasi jika saya sebelumnya memberi kertas dan alat tulis kepada masing-masing, meskipun itu bukan jaminan tidak mengganggu saya. Namun  beberapa kali kiat itu berhasil.
Tidak jarang, mereka akan bertanya tentang kesulitannya, dan minta dinilai hasil kerjanya, berulang-ulang, tidak jarang, mereka berebut alat tulis, “ha…ha..ha…….,” saya harus tetap tertawa, dengan maksud menghibur diri dan merubah asumsi dan situasi anak itu berkelahi menjadi sebuah canda.
            Kegiatan saya, harus berhenti sejenak, dan melanjutkan lagi setelah benar-benar damai antara keduanya. Kesabaran diuji tidak untuk sekali dua kali. Saat pekerjaan mereka selesai, atau mungkin bosan, sementara saya masih asyik menulis, mereka akan bertanya ? “Apasih yang dikerjakan Bapak, kok tidak selesai-selesai?, Aku mau seperti Bapak.....”. Ini bukan ungkapan cita-cita, tapi isyarat anak itu mau menulis di kertas kerja saya.
            Saya ambil jurus, ya, jurus rayuan tidur dengan dibacakan dongeng sebelumnya. Tidak berapa lama, si kecil langsung terlelap namun, Ilham nampak masih segar. Saat cerita mulai asyik, Ilham penasaran dan ingin ikut membaca, meski belum lancar benar membacanya kubiarkan sambil latihanmembaca. Akhirnya kami membaca cerita bersama, dan anehnya anak itu tidak menandakan ngantuk juga.
            Saya mulai resah karena pekerjaan belum juga selesai. Maka saya katakan kepada ilham, kalau belum mau tidur main sendiri, jangan ganggu bapak. Anak itupun menyetujui, dan kami menuju ruang belajar lagi. Sedikit terpancar kecewa di wajah anak itu. Buku cerita saya simpan, dan saya mulai menulis lagi.
            “Tapi Ilham minta gunting dulu” kata Ilham saat saya akan mulai menulis. Tanpa pikir saya turuti saja daripada menganggu saya, nanti. Kini tenang, beberapa halaman telah penuh saya tulis. Aman Anak itu main sendiri, tidak lagi mengganggu pikir saya sambil lalu. Namun tiba-tiba Ilham muncul lagi dengan  sebuah permintaan. “Pak mintak karet”,dengan nada datar.  “Mintak sama ibu saja” saya menjawab tanpa melihat anak itu. “Kata Ibu tidak ada” Ilham memberi alasan.
            Kalimat yang belum selesai kutulis  sampai titik kubiarkan tergantung, “Katanya...... tidak ganggu bapak lagi, tadikan sudah janji!”. Saya tatap anak itu sambil menahan dongkol. Berharap, dengan tatapan, anak itu pengertian.
            “Sekali ini saja Pak”, anak itu meminta dengan takut dan memelas. Tanpa bersuara lagi saya mencari karet dan memberikan kepadanya. Anak itu sedikit ketakutan menerimanya. Mungkin karena tekanan nada suara saya.
            Kini hampir selesai pekerjaan itu, namun saya tak begitu gairah, rasanya karya ilmiah yang saya buat kurang sempurna. Pikiran saya terpaku, lalu mencoba lagi menuliskan uraian berikutnya sebagai penjelas kalimat-kalimat sebelumnya. Lagi-lagi Ilham memanggilku. Berulang-ulang, saya masih saja menulis sambil menyahut panggilannya, setelah kalimat yang saya tulis sampai pada tanda titik barulah saya menyahut panggilan dan menatap anak itu.
            “Ada apa Nak...........?”, kata-kata saya terkunci sebatas itu. Saya seperti disihir oleh anak itu. Anak itu berdiri di depan meja saya, merenggangkan kaki dan bertolak pinggang. Memakai kacamata kertas yang menutupi sebelah matanya. Mata sebelah kanannya terbuka sambil dimain-mainkannya. Kaca mata dengan tali karet sebagai pengikatnya ke belakang.
            “Kaca mata Bajak laut!”, ujar anak TK itu. Saya tak dapat menahan senyum dan tertawa, dengan segala rasa penyesalan di dada. Saya baru ingat, dalam cerita  yang kami baca bersama tadi terdapat tokoh Bajak Laut dengan kaca mata sebelah.
            “Jadi....., gunting dan karet tadi......”, kataku tak sadar. Kupeluk erat anak TK itu, Ilham, buah hati saya. “Kau pintar nak......”. Dalam hatiku mengatakan saya hampir saja mematikan kreatifitas anak. “Maafkan bapak Nak….”.

1 komentar:

tuliskan pesan anda

VISI SMP NEGERI 18 KABUPATEN TEBO